Senin, 29 Desember 2014

MENENTANG BADAI

Binar rembulan di langit kota Redup temaram enggan menari Biasnya pancarkan sendu tipis diwajahnya Terdiam dalam ketakberdayaannya Angin yang dingin berubah kencang Membuat sebuah pusaran kelabu hitam Dalam dinginnya malam di hatinya yang terluka Badai di sudut hati tak jua mereda Mengukir sebuah luka yang menganga Perih.... Pedih... Dan tak kunjung membaik Dongakkan kepala ke atas langit Menatap tiap-tiap desahan luka dan duka Mencari sebuah pelita di sudut lain cakrawala Namun angin itu makin menjadi, kencang .... Hanya sebuah ranting kecil tempat ia berpijak Menahan hempasan prahara yang begitu dahsyat Dengan gemetar ia angkat tapak kaki nya Setapak demi setapak, maju dan laju Gegar tubuhnya makin menjadi, kencang ... Menahan semua sakit di pijakan jalan berbatu Roboh... tersungkur ia dalam diamnya Hanya duduk diam memeluk seluruh tubuhnya Dengan airmata ketakberdayaannya Tak mampu lagi menentang badai (Taken from Surat Untuk Papa-novel by Luna Hanayuki) https://www.facebook.com/notes/luna-hanayuki/menentang-badai/10152492830110308

Minggu, 13 Januari 2013

Di Balik Nisan Ayah

Ceper ini pernah di ikut lomba kan pada Lomba Menulis Cerpen FEMINA 2012-2013. Ditulis berdasarkan kisah nyata. Semoga menginspirasi. DI BALIK NISAN AYAH Tuhan dimana?!! Tolong aku ... aku takut dengan keramaian ini. Tubuhku bergetar hebat mendapatkan sebuah kenyataan yang begitu pahit. Melihat sesosok tubuh yang terbujur kaku di tengah rumah. Ya, Tuhan....tubuh kaku itu ayahku. Ya...itu mayat ayahku. Matahari yang sudah padam di atas langit, seperti matahari yang padam dalam rumah ini. Sebuah kisah sedih di Minggu malam. *** Malam itu tepat sesudah azan isya dikumandangkan, suara tangis tertahan terdengar begitu lirih. Dan kami disibukkan dengan kegiatan membersihkan rumah. Bukan untuk menyambut sebuah pesta meriah dengan puluhan tamu yang tersenyum bahagia. Tepat ditengah rumah menghadap ke arah kiblat, sebuah kasur beralas seprai krem pucat dibentangkan. Tubuh ayah terbaring dengan tenang di atasnya, wajahnya sangat pucat, warna kulitnya pun berubah seperti kapas, tubuhnya mulai terasa dingin. Wajah ayah begitu tenang, ada senyuman tersungging dari bibirnya. Senyuman tulus dan penuh kehangatan yang pernah aku kenal. Aku melihat sekelilingku, diruang itu hanya ada aku dan ibuku. Dia terdiam. Tidak menangis, tak ada bekas airmata lagi dipipinya, tapi aku tahu jauh dihati kecilnya ia begitu berduka. Begitu kehilangan sosok yang ada bersamanya selama 23 tahun. Ibu mencoba tegar dalam kepasrahannya. Aku tatap matanya dalam-dalam, aku tersenyum penuh kesedihan. Aku berharap ini adalah sebuah mimpi buruk dimana aku akan segera terjaga dari tidurku. Tapi celakanya ini bukan mimpi buruk, dan kami tidak sedang tertidur. Ini sebuah kenyataan yang harus kami hadapi. “Jangan menangis, jangan sedih. Ikhlaskan ayahmu”, suara bisikan hati mencoba menguatkan diri ini. Aku harus kuat, tak boleh menangis. Tak boleh terlihat lemah dihadapan ibu dan adik-adikku, karena aku ingin mereka kuat dan tegar. “Tabah yaaaa....... Allah menyimpan yang terbaik untuk mu. Dia begitu menyayangimu dengan kesabaran mu menghadapi ujian-Nya, dengan doa-doa mu yang tak pernah putus...” Kata-kata itulah yang berulang-ulang terlintas dalam pikiranku. Memberiku sedikit semangat dalam ujian bertubi-tubi ini. Dalam waktu yang tak berjauhan kami harus kehilangan orang-orang yang kami sayangi. Sebelas bulan yang lalu kekek meninggal dunia. Aku bisa membayangkan bagaimana perasaan ibu, dalam satu tahun dua orang yang disayanginya, ayah dan suaminya dipanggil Tuhan. *** Malam sebelumnya, Sabtu malam pukul 21.30 wib, ayah bangun dan mengetuk pintu kamarku. Sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu. “Ada apa, Yah? Ini sudah malam”, tanyaku Ayah berusaha mengatakan sesuatu padaku, namun rasa kantuk ini tak mapu lagi aku tahan, sehingga aku tidak begitu memperhatikannya. Sejak ayah terkena stroke setahun yang lalu, pita suaranya bermasalah sehingga ia tak bisa bicara lagi. Badannya yang gemuk tak tampak menunjukkan sakitnya. Ayah menarik tangganku, membawaku kekamarnya. Aku lihat ibu sedang tertidur pulas, wajahnya begitu letih. Ayah menunjuk pada ibu. Aku mulai berfikir apa maksudnya. “Ibu?? Kenapa dengan ibu? Ibu capek, Yah. Ada apa sih?” Ayah menghela nafas panjang, dia duduk ditepi tempat tidur. Aku mendekatinya. Aku bujuk dia. Mungkin saja ayah tak bisa tidur dan tak ada yang menemaninya, jadi ia memintaku datang. Aku tawarkan ia makan, mungkin juga ia lapar. Ayah mengangguk. Cepat-cepat aku kedapur dan mengambil sepiring nasi beserta segelas air. Aku kembali kekamar, duduk disampingnya dan menyuapinya makan. Ayah melahap semua nasi dipiring tadi. Tapi ia tak kunjung juga tidur. Aku lihat bajunya basah oleh keringat, aku membuka lemari dan mengambil sehelai baju batik Bali berwarna biru cerah yang aku belikan untuknya saat KKL ke Bali akhir tahun lalu. “Tidur ya, Yah. Ini sudah malam. Besok lagi ceritanya. Sekarang ayah, istirahat saja dulu”, aku berusaha membujukknya tidur. Ayah mengangguk, tapi sebelum ia merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur, ia memegang tanganku. Dan lagi-lagi ia mengatakn sesuatu. Aku mengangguk sambil meng-iya-kannya, walaupun aku belum paham apa maksudnya. Aku menungguinya untuk beberapa saat. Ayah tertidur pulas. Aku kembali kekamarku dan tertidur *** Esok harinya. Minggu pagi. Setelah mandi dan sarapan pagi, aku mencari ibu. Suasana rumah terlihat sepi. Pagi itu pukul 07.30 wib. Ibu terlihat gelisah dikamarnya. “Sudah sarapan, Bu”, tanyaku. “Sudah”, jawabnya singkat. “Kenapa?”, tanyaku. Aku melihat seraut rasa gundah di mata ibu. Aku duduk didekatnya. Disisi bawah tempat tidur, tepat dikaki ayah yang sedang tertidur pulas. “Hari ini ibu minta jangan ada yang pergi ya, kalian dirumah aja. Jangan kemana-mana”, pinta ibu. “Ada apa sih?”, tanyaku heran “Gak ada apa-apa. Pokoknya jangan ada yang pergi. Dirumah aja. Perasaan ibu gak enak” Aku diam saja, sebenernya aku sudah ada janji ketemuan dengan Alex hari ini di kampus, tapi ibu minta aku begitu ya apa boleh buat. Aku kembali ke kamarku, mengambil sebuah buku dan membacanya. Kedua adikku sedang asyik didepan televisi, menonton film kartun kesukaan mereka. Pukul 11.30 wib. Aku tutup buku ku. Sudah hampir waktu zuhur. Aku berniat buat mengambil wudhu. Sebelum kebelakang aku mengintip ke kamar ibu, disana aku lihat dia sedang mengaji. Aku dekati dia. “Coba panggil kedua adikmu kesini”, pinta ibu sambil menyudahi ngaji nya. Kami bertiga sudah berkumpul dikamar itu. Ibu masih duduk di kursi, disudut kamar. Ia menatap kami bertiga bergantian. “Ibu mau bicara. Tolong dengarkan....” Sejenak ibu diam. Menarik nafas, lalu menghembuskanya dalam-dalam. “Kalo ayah punya salah dengan kalian, tolong dimaafin. Kalian harus tabah. Kayaknya usaha kita sampai disini saja. Ayah dari semalam tidur belum bangun. Kalau memang sudah sampai waktunya kalian jangan sedih, harus ikhlas” Aku berbalik, menatap ayah. Aku perhatikan ia lekat-lekat. Ayah tertidur dengan posisi menghadap langit-langit dan kedua tanganya dikatupkan diantara dada dan perutnya. Sama seperti semalam saat aku tinggalkan ayah dikamar. Terlihat nafasnya turun naik. Huffttt....aku sedikit lega, tapi saat kusentuh kakinya dingin seperti es. Astagfirullah alazim. Ada apa ini?? Tak berapa lama setelah aku sholat zuhur, Adik kandung ayah dan kakak angkat Ayah datang beserta keluarga. Mereka langsung menuju kamar ayah. Tak lama kemudian sepupu ibu beserta keluarganya pun datang. “Kalau dirumah sakit ini namanya koma. Tapi lebih baik tidak usah dibawa kerumah sakit. Ditunggui saja dirumah, Te”, ucap Uni Rini, keponakan ibu yang seorang perawat. Aku mulai tak tenang. Berulang-ulang kali aku masuk kekamar dan membisikkan syahadat ketelinga ayah. Berharap ia mendengarnya dan bangun. Sudah masuk waktu ashar, keadaan ayah belum juga berubah. Aku makin panik. Aku segera bersholat dan mengunci diri dikamar. “Ya Allah... apa maksud semua ini? Apa benar praduga kami? Jika memang engkau hendak menjemput ayahku, aku ikhlas. Aku maafkan semua kesalahannya. Aku ikhlaskan semuanya. Tolong jaga dia...” Aku menangis dan tertidur di atas sejadah dengan mengenakan mukenah lengkap. Sekejab aku melihat ayah berpakaian putih, seperti pakaian ikhram. Tesenyum padaku. Ya, Allah... apa maksud mimpi ini. *** Suasana di pemakaman ramai, sanak saudara dan rekan-rekan ayah ikut menghadiri pemakamannya. Rasa sedih luar biasa melihat tubuh ayah yang terbalut kain kafan akan dimasukkan kedalam tiang lahat lalu ditimbun tanah. Adik bungsuku tak kuat melihat itu semua, ia jatuh terduduk sambil menangisi tubuh ayah yang sudah tak terlihat lagi, tertimbun tanah kuburan. Satu per satu para pelayat pergi meninggalkan pekuburan, namun adikku masih terduduk. Kami membujukkanya, menguatkan hatinya. Aku tatap wajah ibuku, dia hanya diam terpaku. Airmatanya tak sanggup lagi menetes. Berat hati meninggalkan ayah seorang diri di tanah gelap dan dingin itu. “Tuhan… Engkau dimana??? Tolong aku …??!!”, ratapku dalam hati. “Nak, yang sabar ya… do’akan ayah mu”, sapa seorang ibu, mungkin dia salah satu rekanan ayah. Aku hanya menganguk pelan. Masih teringat saat aku memandikan tubuh ayah bersama kedua adikku. Gemetar tubuh ini dalam tangis tertahan. Sekarang aku harus berjuang bertahan hidup seorang diri, menguatkan hati ibu dan kedua adikku. *** Aku memang tidak begitu dekat dengan ayah. Mungkin akulah yang menjauh darinya. Aku tidak benci ayah hanya saja rasa kecewa ini begitu dalam, tapi rasa sesal ini juga meninggalkan luka yang tak mudah sembuh. “Maafin ayahnya nak, ikhlasin semua salah dan dosanya. Jangan kamu beratkan langkahnya”, ucap ibu saat yasinan kemarin. “Yaaachh…”, jawabku tertunduk. Hatiku sedih, kesal dan menyesal. Aku sempat terluka karena ayah. Sampai saat ini masih membekas di otak dan hatiku, saat teman-teman sekelas mentertawakan aku yang memiliki ayah seorang pengangguran. Sejak saat itu ejekan-ejekan teman pun menghujani aku. Terlebih lagi aku merlihat ibuku setiap hari bekerja banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup kami. Bahkan airmatanya pun menjadi lauk makan kami. Lama-lama rasa benci itu tumbuh, aku mulai acuh pada ayah. Bahkan aku tak begitu perduli saat dokter memfonisnya terkena stroke. Yang ada dibenakku hanya ibu, aku kasihan dengannya. Ia berusaha mati-matian membuat ayah sembuh, namun dua tahun perjuangannya hanya berujung pada maut. *** “Ingat ya… ayah tidak akan jadi wali kamu jika kamu nikah nanti”, ucap ayah marah. “Biarin aja”, bantahku saat itu. Aku membanting pintu dan masuk ke kamar. Amarahku membuncah saat mendengar ayah merngatakan hal itu. Itulah pertengkaran kami yang pertama dan terakhir. Aku kesal melihat ayah yang selalu memojokkan ibu, padahal ibu sudah berusaha mati-matian untuk menopang hidup kami. Sejak saat itu aku bertekad tak akan mengandalkan ayah. “Astagfirullah ‘alazim… ampuni aku Tuhan. Ampuni aku yang durhaka ini. Sungguh aku menyesal..”, tangisku pecah dipusara ayah saat aku dan calon suamiku berziarah. Empat tahun sudah ayah tiada, hanya nisaan ini yang menjadi saksi penyesalan hati ku yang terdalam. Tiga hari lagi aku akan menikah, sedih hatiku karena tiada ayah yang menjadi wali nikahku. Dan ucapan ayah waktu itu terbukti. Demi Allah aku menyesal melawan ayah, sehingga ia mengucapkan hal itu dan ucapan yang menjadi doa nya itu terkabul. “Ayah… maafkan aku. Aku menyesal. Aku sayang ayah …” (In memoriam 29 Mei 2005 pukul 19.15 wib. Selamat jalan Ayah …) T.A.M.A.T

Rabu, 28 November 2012

PETISI HAWA UNTUK ADAM (CATATAN HATI)

Dear Adam … Apa kabar mu wahai pujaan ku? Imamku yang baik hati. Maaf, ini hanya sebuah catatan kecil yang aku tuliskan dalam sebuah rasa di hati. Aku ini Hawa, wanita yang kau pilih untuk berasa disisimu. Mendampingimu, menyayangimu, mengokohkan hatimu, menjadi tumpuan keluh kesahmu bahkan melayanimu siang dan malam. Walau secara fisik engkau tidak sempurna, tadinya aku berfikir hatimu sempurna. Indah dan kokoh. Tapi nyatanya ia begitu rapuh dan labil. Kau begitu larut dalam keterpurukan dan rasa putus asa mu sendiri. Adam … Alangkah indahnya jika lelaki pilihanku itu : Ia tidak hanya pandai menuntut isterinya agar menjadi seorang wanita baik seperti yang diinginkannya. Akan tetapi ia lebih banyak memberi contoh yang baik dalam rumah tangganya. Ketika seorang suami menginginkan isterinya menjadi seorang wanita yang bertakwa kepada Allah. Maka ia terlebih dahulu mencontohkan dirinya sebagai seorang imam yang bertakwa. Ketika seorang suami menginginkan isterinya menjadi wanita yang penuh hormat kepadanya. Maka ia menjadikan dirinya sebagai seorang imam yang selalu menghargai isterinya. Ketika seorang suami menginginkan isterinya menjadi wanita yang selalu setia. Maka ia memposisikan dirinya sebagai seorang imam yang tidak mudah tergoda kepada wanita lainnya. Dan ketika seorang suami menginginkan isterinya menjadi wanita yang penuh kasih sayang galam keluarganya. Maka ia menjadikan dirinya sebagai suami yang penuh perhatian kepada isteri dan juga anak-anaknya. Bagaimanapun seorang ISTERI akan lebih banyak mengikuti apa yang dicontohkan oleh SUAMI-nya. Namun … kau mengeluhkan semua yang aku perbuat, cela dan cercalah yang aku dengar. Bukan puji dan kelembutan. Aura kebencianlah yang ku rasakan. Adam… aku ini bukan robot yang bisa kamu program secara instan seperti mau mu. Aku manusia yang punya hari dan rasa manusiawi, yang pernah berbuat salah dan yang tak pandai dalam segala hal. Aku manusia yang penuh kekurangan, sama sepertimu. Jika ingin aku sepertimu, tolong ajari sku dan jadilah contoh yang baik bagiku. Ajari aku dengan penuh cinta dan kasih sayang. Bukan amarah dan kebencian. Tapi rasa sabar yang tulus. Amarahmu menyakitiku, kebencianmu melukai hatiku. Adam … Aku belajar sabar dari sebuah kemarahan, Aku belajar mengalah dari sebuah keegoisan, Aku belajar tegar dari kehilangan Sepi bukan berarti hilang, diam bukan berarti lupa, Jika kamu tidak punya waktu untukku, aku akan mengerti... Jika kamu belum bisa lepas darinya, aku akan mengerti... Tetapi jika suatu hari nanti aku berhenti mencintaimu, itulah giliranmu untuk mengerti

Minggu, 18 November 2012

BANGKIT DARI DALAM LUMPUR (catatan hati)

Sesuatu yang terjadi karena alasan tertentu dan untuk suatu sebab tertentu. Ketentuan Allah (sunatullah) berupa hukum sebab akibat yang berlaku untuk siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Kita sadari atau pun tidak kita sadari, kita suka ataupun kita tidak suka, dan itu pasti akan terjadi. Hukum sebab akibat juga disebut hukum tanam tuai, seperti apa yang Allah sampaikan dalam firmannya Q.S. Al Zalzalah 99:7-8 “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji zarrah, niscaya ia akan melihat balasannya. Dan barang siapa yang mengerjakan keburukan walaupun seberat zarrah, niscaya ia akan melihat balasannya pula”. Ingatlah setiap langkah yang kita jejaki, setiap kata yang kita ucap bahkan setiap detak jantung kita, selalu ada Allah SWT yang memantaunya. “Aku tahu rizkiku tak mungkin diambil orang lain, karenanya aku menjadi tenang. Aku tahu amal-amalku tak mungkin di lakukan orang lain, maka kusibukkan diriku dengan beramal dan bekerja. Aku tahu Allah melihatku, karenanya aku malu bila Allah mendapatiku bermaksiat. Aku tahu kamatian menantiku, maka kusiapkan bekal untuk berjumpa Rabb-ku” Allah SWT menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya wujud, dengan sebuah akal untuk berfikir dan dengan sebuah hati untuk merasakan. Jadi jangan pernah biarkan dirimu dalam bahaya karena manusia yang tidak mengoptimalkan dirinya untuk bekarya dan berbuat sesuatu. Ini sama saja dengan sebuah mobil dengan kecepatan tinggi tanpa pengemudi. Dalam keadaan seperti itu manusia cendrung melamunkan masa lalunya, menyesali hari ini dan mencemaskan masa depannya. Jangan pernah hidup dalam mimpi buruk masa lalu. Selamatkanlah dirimu dari baying-bayang masa lalu. Berhentilah menyesali apa yang ada pada dirimu, karena Allah telah menciptakanmu dengan sebaik-baiknya wujud. Syukurilah!. Karena penyesalanmu, rutuk tangismu tak akan merubah keadaanmu menjadi lebih baik. Yang bisa membuatmu bangkit dari lumpur penyesalan adalah menyakinkan diri sendiri bahwa apa yang Allah berikan adalah yang terbaik untukmu, bahwa Allah ada teramat dekat dengan nadi kita. Yakinlah Dia pasti menolong mu. Allah mengikuti persangkaan hamba Nya, bila hamba berprasanngka baik pada qadha dan qadar Nya, maka ia akan diperlakukan baik. Sebaliknya pun demikian, jika hamba berprasangka buruk, maka ia akan diperlakukan buruk sesuai dengan prasangkanya itu. Untuk itu mulai detik ini bangkitkan dirimu dari rasa galau dan kecemasan, berbuatlah sesuatu. “Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga kaum itu mengubah diri merka sendiri (QS. Ar Ra’du 13:11)” , mengubah diri berarti mengubah persepsi (pola pikir) dan tindakan (prilaku). Kamu pasti bisa jika kamu pikir kamu bisa. Rubahlah cara pandangmu menghadapi persoalan, karena dengan begitu kamu bisa meluruskan lagi niatan diri untuk berubah menjadi lebih baik, dengan demikian ujung dari setiap persoalan yang kamu hadapi akan tampak di depan mata mu. Bersabar dan berdo’a dalam setiap ikhtiar itulah kunci pembuka jalan yang terbaik. “Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) orang-orang yang menyakini bahwa mereka akan bertemu Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS Al Baqoroh 2:45-46)” Bukan tidak mungkin jika ketidakharmonisan dalam rumah tangga, ketidakbahagian dalam keluarga bahkan kepayahan kita dalam memperoleh rezeki dan puncak kesuksesan hidup terhalang oleh sikap kita terhadap orang-orang disekitar kita bahkan mungkin sikap kita terhadap Allah SWT. Alangkah tidak baiknya sikap orang yang suka mengeluh atas kondisi yang ia hadapi, karena itu menunjukkan hati yang tak ada rasa syukur. “Boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal ia baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. (QS. Al Baqarah 2:216)”. Jadi apalagi yang kamu tunggu?! Bangkitkan potensi yang ada dari dalam dirimu, yakin akan kemampuan diri sendiri. Usaha maksimal dan bermohonlah pada Nya. Lakukanlah yang terbaik yang bisa kamu lakukan untuk orang-orang yang kamu cintai dan mencintaimu. Ingatlah setelah lapar pasti ada kenyang, setelah sakit pasti ada kesembuhan. Setiap tangisan akan berujung pada sebuah senyuman, metakutan akan menjadi rasa aman, dan resah gelisah akan berubah menjadi sebuah kedamaian. Karena bersama kesulitan pasti ada kemudahan. *** By Luna Sagita

Kamis, 20 September 2012

SURAT UNTUK TUHAN (By Luna Sagita)

Aku berlindung dari godaan syaitan yang terkutuk. Dengan menybut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Ya Allah, junjungan ku yang maha mulia. Aku tulis surat ini dengan penuh cucuran airmata. Rasa sedih dihati yang begitu membucah, dan selalu tertumpah dalam tangis disetiap sujud ku. Aku ini adalah makhlukmu yang sangat lemah. Aku tak berdaya menghadapi semua nilai dan cerca manusia. Ya Allah, aku tahu hanya engkaulah yang berhak menilaiku dengan jujur dan benar, karena hanya Engkaulah yang mengetahui siapa aku sebenar-benarnya. Aku ini hanya seorang hamba yang hanya bias bertafakkur atas segala takdir yang kau tuliskan. Bukannya aku tidak bersyukur atas apa yang tertulis dalam takdir Mu pada ku, tapi ini hanya ungkapan suara hati seorang hamba mu yang berlumur dosa Kepada Ibu-Bapak ku… Ayah… aku ini putri kecil mu yang dahulu sangat kau puji. Bidadari mu yang sangat kau sayangi. Tapi sampai detik ini aku tak pernah membuatmu bangga atas rasa cinta dan kasihku padamu, Aku tidak membenci mu ayah… entah setan apa yang merasuki hati ini sehingga jarak hati kita begitu jauh. Ketidak perdulianku dahulu kepada mu tak mengurangi cinta kasih mu pada putri kecilmu yang nakal ini. Ayah… kini tak bias lagi ku dengar canda tawa mu, senyum manismu yang begitu ikhlas untuk ku. Alunan musik cinta yang dahulu kau dendangkan untuk ku. Dan baru kini aku tersadar, aku telah kehilangan mu, ayah … Ya, Allah… hanya batu nisan itu pengganti nya saat ini. Hanya selembar foto using yang mengembalikan risalah indah tempo dulu. Aku sayang Ayah, Aku rindu Ayah. Ampuni dia, Ya Allah… Maafkan segala dosa dan khilaf yang pernah dia perbuat. Lapangkanlah kuburnya, jauhkanlah ia dari siksa kubur dan siksa api neraka kelak. Berilah hadiah surga terindah untuk nya kelak di akhirat nanti. Ampuni dia yang sangat aku rindukan lagi. Ibu … aku ini putri kecil mu yang dahulu sangat kau puji. Bidadari mu yang sangat kau sayangi. Aku yang selalu membuat airmatamu menetes, aku yang selalu membuat kau mengurut dada dengan sikap nakal ku. Aku yang selalu membuat mu murka atas kerasnya hati ini. Tapi sampai detik ini rasa cinta dan kasih mu tak pernah pudar, doa ikhlasmu untuk ku tak pernah putus. Ibu di hari tua mu kini, aku belum bias membuat mu bahagia, membuatmu tersenyum bangga. Hanya beban yang aku beri selalu dan selalu. Tapi kau tetap tersenyum mengulurkan tangan lembut mu pada ku. Membimbingku bangkit lagi dalam hari-hari kelabuku. Aku sayang ibu, aku rindu peluk ciummu dan aku rindu belaian hangat tanganmu. Ya Allah, ampuni dosa-dosa ibuku, maafkan segala salah dan khilafnya. Berilah kemudahan dan kebahagiaan dihari tuanya. Jangan kau hapuskan senyum dari wajah tulus nya itu. Kepada Kakak dan Adikku Abang … walaupun aku tak sempat mengenalmu, tak sempat melihat tamapannya wajahmu, tak sempat merasakan manisnya senyuman mu, aku tahu … dari hatimu yang terdalam kau sangat menyayangiku. Adik perempuan mu satu-satunya. Yang rindu akan kasih sayang seorang kakak lelakinya. Pusaramu yang tak oernah lagi aku ingat dimana, lembaran terakhir dan datu-satunya gambar wajahmu pun tak ku punya. Hanya nama mu yang ku kenal. Tapi aku berdoa dari jauh, untuk bahagia mu disisi-Nya. Abangku sayang… semuga kita bertemu di indahnya surga. Adik …. Ruang dan waktu yang memisahkan kini saat ini merupakan takdir-Nya yang tidak bias kita tolak. Aku rindu gerak langkahmu. Tingkah jahilmu yang selalu membuatku kesal, lendotan manjamu di bahuku, aku ridu semua kebersamaan kita dahulu. Nyanyian yang selalu kita lagukan dahulu. Aku hanya bias berdoa untuk mu, untuk bahagia mu, adik ku sayang … Kepada seorang lelaki, imamku yang ku cintai karena Nya Wahai lelakiku, imamku yang kucintai karena Allah … aku ini hanya perempuan lemah yang berhati sangat halus dan sensitif. Hati yang butuh penopang yang kokoh dari seorang lelaki pilihan Allah untukku. Lelaki yang begitu lembut lagi penyayang. Maafkan aku yang tidak bisa menjadi bidadari surga mu yang sempurna, yang tak kokoh melawan badai. Tapi aku mencintai dan menyayangimu dengan segenap jiwa dan ragaku. Aku tak pernah memandang raga dan rupa pun, dan aku tak mencintaimu karena harta, tahta dan derajad sosialmu. Mulianya hatimu hanya ku nilai dari teguh nya hatimu menghadapi uji dan coba dari Allah yang maha pemurah lagi maha menyayangi. Aku terima engkau wahai lelakiku apa adanya kamu, aku ikhlaskan segala hidupku diatas kepemimpinanmu, diataas bijaksananya ke-imam-an mu. Nyamanku bersamamu. Bahagiaku bersamamu. Semoga Allah menganugrahkan kepada kita putra-putri yang membuat hati dan hidup kita lebih bercahaya. Putra-putri yang mendamaikan hati, memuliakan kedua orang tua dan agama nya. Putra-putri yang teguh berjuang di jalan Allah, Tuhan nya yang maha pemurah lagi maha pengabul do’a. Wahai lelakiku, imamku yang kucintai karena Allah … bimbinglah tangan ku ini meniti jalan Allah, Tuhan yang maha benar dan maha perkasa. Wahai lelakiku, imamku yang kucintai karena Allah … semoga engkau ridha atas kurang nya dan ketidak sempurnaanku ini melanyani mu sebagai seorang istri, sebagai seorang ibu bagi anak-anakmu kelak. Kepada sanak saudara Jarak yang membentang ini semoga tidak memutuskan tali persaudaraan dan silaturahmi kita yang begitu indah. Maafkan jika raga ini tak bisa bertemu, tapi do’a ku tak pernah putus untuk bahagia kalian Kepada teman dan sahabat Semoga Allah meridhai segala langkah dan kegilaan kita dimasa itu. Terima kasih atas cinta dab kasih kalian pada ku yang tak berarti ini.hari-hari yang terlampaui dahulu begitu indah dalam kenagganku. Hanya Allah yang bisa membalas budi baik kalian. Ya Allah, TUHAN semesta alam. Sang maha pengampun lagi maha penerima taubat. Ampunilah aku, hamba mu yang selalu berbuat salah dan dosa. Yang selalu saja menjadi budak nafsu, yang terpedaya oleh bujuk rayu syaitan yang terkutuk. Seperti apa yang telah engkau katakan : “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah, dan hendaknya kamu bersama orang-orang yang benar” (QS. At Taubah : 119) Aku ini adalah hambamu yang rapuh dan mudah berpaling. Jagalah hatiku ini Tuhan, jangan lagi kau tinggalkan aku dalam kegelapan. Cemburui aku Tuhan, agar bertambah rasa cinta kasihku padamu. Aku pun tak akan sanggup menghitung semua dosa yang ada pada diri ini, bahkan nadi dan darahku pun mungkin berlapiskan dosa. Namun aku ini hamba Mu juga, Ya Allah.. aku pun berhak kau sayangi, berhak atas iba Mu. Ya Allah, TUHAN semesta alam yang maha pengabul do’a. Aku titipkan orang-orang yang aku sayangi pada Mu, jagalah mereka dimanapun ada nya. Bahagiakan mereka Tuhan. Terima kasih atas rahmat, rizki, hidayah dan ampunan Mu untuk ku. Kabulkanlah do’a dan harapan terindahku. Aminnn….

Minggu, 29 Juli 2012

BAMBU KERING

BAGIAN SATU
(CATATAN)

Meletakkan sesuatu pada tempatnya, mungkin itu yang bias memulihkan keadaan. Egoisme individu yang selalu meliputi setiap nadi hari-hari ku ini, sampai detik ini tak bias dilepaskan. Dimana letak tanggung jawab moril hati nurani yang sudah terikat dalam suatu bingkai yang dinamakan pernikahan. Jika tidak pernah ada kelapangan hati untuk menerima kenyataan hidup, sebuah kenyataan bahwa yang disatukan dalam sebuah pernikahan adalah dua hal yang berbeda. Dua individu yang berbeda, dua hati yang isinya tak sama, dengan latar belakang keluarga yang tak juga serupa. Pola pembentukan karakter yang berbeda diantara kita. Keseimbangan antara hak dan kewajiban, keterbukaan dan kejujuran. Itu mungkin jadi modal awal yang bagus untuk membuka jalan kedepan. Namun tak mudah untuk melakukan semua itu jika salah satu nya tidak mau membuka hati untuk saling memahami karakter.
Hanya ada Si Aku tak boleh ada yang lain merajai. Fitrah manusia itu untuk hidup berkelompok dan berpasang-pasangan. Butuh kesiapan mental dan keneranian besar dalam menjalani kedua nya. Dan untuk itu pulalah diperlukan keseimbangan hak dan kewajiaban antara para pelakunya, baik suami, istri dan orang-orang lain sebagai pemeran pendukungnya. Kewajiban suami memperlakukan istrinya dengan baik dan lemah lembut, fisik maupun secara mental. Memberikannya rasa aman, nyaman serta rasa kasih dan saying. Memberikannya hak sebagai seorang istri, hak dalam kehiduapan, hak untuk menguangkapkan isi hati dan perasaan, hak untuk bahagia bersama suami dan anak-anaknya dan juga yang paling pokok adalah hak untuk mendapatkan penghidupan yang pantas dan layak, hak untuk mendapat nafkah lahir dan batin dari suami. Demikian pula istri, kewajibannya adalah menjaga apa yang menjadi hak suami, fisiknya dan juga harta benda suami. Anak-anak mereka. Mengatur lajunya rumah tangga dengan baik serta mendidik anak kejalan kebaikkan.
Namun terkadanng semua itu tak juga berjalan mulus tatkala ada andil dan interpensi dari pihak lain yang tak berhak masuk dalam lingkup keluarga itu. Tapi sungguh tidaklah adil jika semua kesalahan dalam sebuah kegagalan dengan alas an apapun, hanya ditumpukan pada kaum perempuan. Mereka bukanlah alat memuas nafsu ataupun objek penderita. Perempuan tidak akan mengungkapkan rasa sedih dan kecewanya, bahkan rasa sakitnya jika ia masih mampu dan sanggup menahannya. Namun tidak semua, bahkan laki-laki cendrung tak mau tahu dengan keadaan ini. Perempuan lebih memiliki naluri dan perasaan yang teramat halus untuk merasakan sedikit saja sikap “tidak nyaman” orang lain terhadap dirinya. Dan itu bukan cengeng. Itu naluri alamiah perempuan. Bukan karena ia ingin di manja-manja, di sanjung-sanjung. Tapi lebih kepada rasa ingin si hargai, di mengerti dan disayangi. Jadi seorang laki-laki harus bersikap adil dan lebih peka. Perlakukanlah istrimu sama baiknya dengan engkau memperlakukan ibu mu sendiri.

Sabtu, 28 Juli 2012

Kenapa Aku Memilih Mu

Aku yang tak sempurna
Dengan sebongkah hati yang tak kokoh
Menjadi sempurna bersamamu
Kau yang terpilih menjadi imam ku
Menjadi nahkoda biduk hidupku
Yang melengkapi setiap serat nadiku
Tuhanlah yang menciptakan kau untukku
Menyatukan cinta di antara kita
Mengikat takdir kita dijalan cinta Nya
Semoga cinta kita halal di dunia
Dan abadi di surga Nya




by Luna Sagita on Thursday, 29 September 2011 at 18:46 ·